halaman

Minggu, 25 November 2012

Tidak tahu

Cukup lama tidak menari-nari lewat kata-kata di blog. sedang hibernasi. Semakin tahu justru semakin tidak tahu. Semakin banyak mendengar justru semakin tidak bisa mendengar.

Semakin bisa melihat dunia, justru semakin tidak bisa melihat dunia itu sendiri.

Sebetulnya saya punya pengalaman tidak mengenakan saat menulis pemikiran saya di blog, karena tidak semua orang yang baca berkenan dan bisa menerima secara terbuka. Mungkin di situ letak kekuatan kata-kata. Belajar dari situ saya beranggapan bahwa apa pun kata-kata yang tertulis pasti akan ada keberpihakannya; tidak melulu memenangkan buat salah satu pihak.

Kita di kasih kelebihan punya akal dan dengan sendirinya kita punya asumsi. Buat saya ketika orang tidak lagi berasumsi maka ia MATI. Secara jasad mungkin ada.
Nah, yang kadang bikin kebelinger, kita memupuk asumsi kita berlebihan, kita mempercayai asumsi kita kelewat dari diri kita sendiri. Bahkan kita terbentuk dengan asumsi-asumsi dari seseorang yang diamini komuninya.

Siapa yang mencari kebenaran, siapa pula yang merasa paling di benarkan. Akhirnya semua begitu abu-abu. Kenapa kita sibuk mencari kebenaran?
Apa dengan begitu kita akan memenangkan sesuatu? apa yang kita menangkan?

Asumsi kita sangat berpengaruh dari apa yang kita geluti sehari-hari, dari kecil sampai sekarang. Dari apa yang kita lihat, dari apa yang kita kunyah sampai dari apa yang kita kultuskan.

Sampai dimana pun manusia akan bisa berasumsi. Manusia akan punya pemikiran. Karena Allah SWT memberikan kita akal. Lalu saat kita terlalu asik dengan asumsi kita, apa yang terjadi? kita menutup hati kita. Kita melihat segala sesuatu dari apa yang kita yakini saja, dari apa yang kita anggap itu benar di keyakinan kita. Kurang jelaskah bahwa kita tidak bisa menjadi betul-betul benar?

sumber: http://www.mmorpg.com/photo/337eb728-fd65-489c-941b-0cfcb3152e8b


Agama bagi saya adalah petunjuk untuk menjani hidup dan kehidupan setelahnya. Pikiran awam saya selalu gelisah, kenapa agama bisa jadi alasan pemaksaan bahkan pertumpahan darah.

Apakah agama yang kita anut lebih kita yakini dari asumsi kita saat ini?

Saya selalu merasa mencari Allah; padahal saya tahu Allah ada di sekitar kita. Bahkan dekat sekali. Lalu buat apa saya mencari?

Saya berusaha tetap didekati Allah, dan mendekatkan diri kepada Allah. Karena saya menyakiniNya.

Terlalu sentimentil memang membahas keyakinan. Kata orang Indonesia, terlalu sensitif. Kenapa?
Karena keyakinan itu ada di dalam, murasuk dan meyatu dengan ruh.

Lalu mengapa kita ribut dengan kayakinan orang lain saat kita sudah meyakini keyakinan kita. Dunia tak akan berubah saat keyakinan kita di ikuti orang lain. Keyakinan itu ada di dalam. Bukan di mulut, bukan di tingkah laku. Apa yang kita lihat kadang bukan yang sebenar-benarnya.

Biarlah jasad dan ruh kita meyakini apa yang di yakininya. Agama terlalu rendah bila di jadikan alasan untuk saling mencerca, saling menitipkan kebencian bahkan saling membenarkan diri kita.

Karena sebenar-benarnya manusia dia tidak mungkin benar seutuhnya. Kita ini kecil.
Kecil banget.


Wallahualam.
Maha benar Allah dengan segala firmanNya.



Rabu, 22 Agustus 2012

MAJU ITU MELANGKAH KE DEPAN

Seperti pada umumnya *pembelaan


Seperti bapak baru pada umumnya, setiap hari disuguhkan aneka kejutan. 2 putri selalu punya cara untuk menyampaikan perkembangannya.

Seperti bapak baru pada umumnya, setiap saat selalu penasaran dengan tingkah laku putrinya. Walau pun tidak setiap saat ada di samping mereka.

Seperti bapak baru pada umumnya, begitu riang memperlihatkan ekspresi wajah putrinya lewat foto-foto yang di abadikan.

Selalu sama, sampai akhir hayat.

Selasa, 05 Juni 2012

Belum sempat berbagi dengan blog. Belum sempat, hanya ini saja dulu.

"Teringat tangisannya ketika lahir. Ia menangis menghadapi dunia. Dan ketika kaki mungilnya telah sanggup berjalan, ia menangis meminta mainan. Lalu ia kembali menangis ketika dewasa. Tapi sebuah tangisan kekuatan. Kekuatan untuk sanggup membuatnya bertahan hidup. Hingga akhirnya nanti ia akan menangis bahagia. Bersama orang yang tepat mendampinginya. – Alang"
(MENULISLAH, JANGAN BUNUH DIRI! - Dyan Nuranindya)

Untuk kedua putriku, Mikania & Mikenna Tunggadewi.

Minggu, 20 Mei 2012

Tikus vs Naga

"Kerja dimana loe?" pertanyaan itu mengalir dari kawan gue yang saat itu lagi gue jenguk karena baru saja punya anak.
"Masih di kemang, barengan sama athpal." Jawab gue saat itu.
"Oh gitu. Masih belum mau kerja sama orang  loe?"
Gue pun senyum kecil. Pertanda bingung sekaligus mecoba menelaah pernyatan itu.

....

Kejadian itu kurang lebih 2,5 tahun yang lalu. Sampai sekarang masih terus menelaah sekaligus (langsung) praktek :p.
Barengan temen-temen, gue bikin usaha. Bidang usaha yang gue jalanin di bidang audio visual, bikin video untuk perusahaan, video klip sampai multimedia buat event. Usaha ini di mulai dari kamar salah seorang temen, kemudian berlanjut di paviliun berukuran 3x5m di daerah kemang. Dengan modal ratusan ribu per-orang dan 1 set PC investasi usaha ini mencari celah dari setiap kesempatan yang datang.

Berjalankah?
Yup. dengan segala kendala dan keunikannya usaha bernama MUTUMATA ini masih tetap berjalan sampai gue post blog ini. Dari persoalan internal sampai kendala dari luar silih berganti datang. Walau pun tidak mulus-mulus banget dalam perjalanannya alhamdulillah ada aja jalan keluarnya.

Setelah (kurang lebih) 4 tahun berjalan. Kini sudah menyewa 1 rumah sebagai "kantor"nya. Alatnya juga sudah beranak, 2 iMac dan perangkat tambahan untuk mendukung video editing. punya 2 karyawan yang di gaji regular setiap bulannya.

....

Apa yang gue kerjain?.
Hampir semua lini, itu juga berlaku untuk temen-temen gue yang lain. Dari mulai nyari client, bikin penawaran harganya, ngerjain projectnya, presentasi-in, ngatur pengeluarannya, ngatur kebutuhan rumah tangga kantor, kebutuhan karyawan sampai maintenance client.

"Oh gitu. Masih belum mau kerja sama orang  loe?" Jadi inget pernyataan itu.

Sebetulnya sama aja. mau kerja di perusahaan sebagai karyawan atau bikin usaha sendiri. Keduanya punya plus minus. Kerja di perusahaan/ instansi nilai pekerjaannya sudah "jelas" perbulan dapat gaji pokok berapa, job desk nya apa perhari sampai perbulannya, hampir bisa di pastikan semuanya jelas perbulannya. Tingkatan jabatannya menentukan kemakmuran. Mungkin "pengalaman batin"nya ga sekaya usaha sendiri, ngerjain cari client sampai mengatur pengeluaran untuk kebutuhan "dapur" kantor??
Ya itu tadi keduanya ada plus minusnya.



Begini, sekeras apa pun bekerja di perusahaan/ instansi tetap saja menjadi BUNTUT NAGA. Sekuat apapun tetap saja menjadi buntut. Mengikuti sistem dan kebijakan.

Kata-kata terlontar dari pedagang buah dibilangan Pondok Kelapa. "Biar begini usaha saya, saya sekuat tenaga lebih memilih ini. Sekarang saya mau perluas toko buah saya. Itu bengkel juga punya saya" sambil menunjuk kearah depan. Gaya menjual buahnya buat gue dan istri sangat edukatif, pernah kita tanya "kira-kira buat yang sakit typhus buah apa yang cocok ya Pak?". Dengan hatamnya si bapak menjelaskan kandungan dari buah-buahannya. Ramah sekaligus memeberikan pengetahuan.

Ramah dan mengedukasi pasti ada di perusahaan manapun. Bedanya hal kaya begitu bisa terlihat biasa saja di perusahaan, tapi ketika membuat usaha sendiri, nilainya jadi LEBIH. Service excellence kalau kata perusahaan-perusahaan, buat pedagang mungkin tidak familiar dengan istilah itu, kenyataannya mereka juga memperaktekan. Mungkin lebih memahaminya.


...

Gue memilih sebagai KEPALA TIKUS saja tidak jadi NAGA. Lebih baik menjadi kepala dari pada selamanya menjadi buntut. dan itu sudah dimulai dari umur yang ranum.

"Lebih baik menjadi kepala Tikus dari pada seterusnya jadi buntut Naga"




Sabtu, 21 April 2012

Satu pesan untukmu, Nak.


Melangkah Nak,
Jangan ragu. Karena tidak ada keragu-raguan.

Kadang yang terlihat tidak selamanya benar-benar ada.

Jangan salah melangkah. Jangan mudah dipencundangi dunia.

Selalu hati-hati. Karena Kau akan selalu awas kapan pun.
Bawalah radar keimananmu, sehingga mudah mendeteksi mana perangkap
dan yang mana emas.

Kalau pun terjerat. Ingatlah satu langkah pertama ketika memulai ini.

Sabtu, 14 April 2012

Sepeda Motor (ga mau kalah)

Mengeluh soal macet ga akan ada guna di Jakarta. Dari ujung ke ujung semuanya pasti ada titik itu. Selebar apa pun jalan tetep pasti lama-kelamaan akan padat. Jumlah kendaraan semakin sumpek.

Berhenti lah mengeluh! Jalanan punya banyak cerita. Punya setumpuk ide yang terselip disana.

....

Pengendara sepeda motor nyemut setiap hari. Tengoklah setiap lampu hijau di pacu, persis kaya balapan motor. Sepeda motor bisa nyalip-nyalip, bisa melaju di tengah kemacetan. Satu lagi sepeda motor bisa bikin orang merasa sama-sama satu keyakinan lewat komunitas-komunitasnya.

Stop sampai mendeskripsikan sepeda motor! semua pasti udah bega sama itu. Tengok sebentar hal lain...

Kebiasan yang sering gue temuin pengendara motor kaya DIKEJAR SESUATU apa lagi NGEJAR SESUATU (teteh Sharini pasti demen nih seuatunya gue sebut berulang-ulang).  Kenapa ya? Kalo merasa dikejar, dikejar apa? siapa?
waktu kah?
Deadline kah?
Keluarga kah?
Pacar kah?
Kerjaan kah?
atau Tuhan kah?
Yang jadi pertanyaan gue, "kenapa mesti ngerasa ladi dikejar-kejar?". Apa ada yang buntutin si pengedara, jadi si pengendara berasa takut ketangkep. *garuk-garuk kepala

Atau kalau lagi ngejar sesuatu, apa juga yang dikejar. *garuk-garuk kepala lagi (kali ini karena ketombean)

Kalau memang jiwa pengedara motor kita serba cepat, tukang salip tukang ngebut. Kenapa sampai sekarang kagak ada yang masuk motor GP. Sekalian dong, kalo jago ngebut!!

Berbahagialah gue kalau ternyata mindset pengendara motor di ibukota tukang salip dan ga mau KALAH. Kenapa bahagia... ya paling ga masih ada keinginan untuk maju hehe. Kenapa sih jiwa tukang salip dan ga mau kalah itu ga di tempati buat hal-hal lain... Bangsa ini udah parah sob. apa yang bisa kita majuin ke orang-orang di luar sana kalau kita "Bangsa yang besar".. slogan itu cuma ada di buku PPKN.

Kenapa ga sekalian salip tuh negara-negara asia tenggara. Salip juga jepang... atau sekalian Salip Cina. Malah kenapa ga di pake buat nyalip kehebatan teknologi, pengetahuan, sumber daya manusia di negara-negara maju... lagi-lagi kita cuma berani nyalip metromini.

Izinkan diriku juga berkaca. Kalau memang kita bisa serba pingin cepat dari yang lain (faktanya di jalanan pengendara seperti itu) Kenapa kita terlalu lambat bergerak maju dalam segala aspek..
Kenapa kita terkenal manusia-manusia lambat dan ngaret.
KENAPA kita semua rela bangsa lain nyalip kita dengan segala kemajuannya.
Apa kita cuma figuran? kalau memang figuran sekalian aja deh kita jadi figuran yang paling total.

(Satelit Palapa, zaman ini sudah berakhir!! kemana jiwa para penemu itu)


Kenapa jiwa cepat, ngebut, tukang salip ini ga di aplikasiin di segala bidang.
Cari cara energi ini bisa tepat guna. Bisa jadi energi positif atau ga usah muluk-muluk deh... paling ga kita bisa NYALIP KEBIASAAN  KALAU KITA INI TIDAK BOLEH PINTAR. CUKUP TAHU. SAMPAI TAHU SAJA. Kenapa kita ga mau nyalip kebiasaan ini.

Seharusnya kita bisa bergerak, bahkan melajuuu. Karena jiwa pengendara motor ini ada di setiap lapisan masyarakat kita.

GA MAU KALAH!