halaman

Minggu, 20 Mei 2012

Tikus vs Naga

"Kerja dimana loe?" pertanyaan itu mengalir dari kawan gue yang saat itu lagi gue jenguk karena baru saja punya anak.
"Masih di kemang, barengan sama athpal." Jawab gue saat itu.
"Oh gitu. Masih belum mau kerja sama orang  loe?"
Gue pun senyum kecil. Pertanda bingung sekaligus mecoba menelaah pernyatan itu.

....

Kejadian itu kurang lebih 2,5 tahun yang lalu. Sampai sekarang masih terus menelaah sekaligus (langsung) praktek :p.
Barengan temen-temen, gue bikin usaha. Bidang usaha yang gue jalanin di bidang audio visual, bikin video untuk perusahaan, video klip sampai multimedia buat event. Usaha ini di mulai dari kamar salah seorang temen, kemudian berlanjut di paviliun berukuran 3x5m di daerah kemang. Dengan modal ratusan ribu per-orang dan 1 set PC investasi usaha ini mencari celah dari setiap kesempatan yang datang.

Berjalankah?
Yup. dengan segala kendala dan keunikannya usaha bernama MUTUMATA ini masih tetap berjalan sampai gue post blog ini. Dari persoalan internal sampai kendala dari luar silih berganti datang. Walau pun tidak mulus-mulus banget dalam perjalanannya alhamdulillah ada aja jalan keluarnya.

Setelah (kurang lebih) 4 tahun berjalan. Kini sudah menyewa 1 rumah sebagai "kantor"nya. Alatnya juga sudah beranak, 2 iMac dan perangkat tambahan untuk mendukung video editing. punya 2 karyawan yang di gaji regular setiap bulannya.

....

Apa yang gue kerjain?.
Hampir semua lini, itu juga berlaku untuk temen-temen gue yang lain. Dari mulai nyari client, bikin penawaran harganya, ngerjain projectnya, presentasi-in, ngatur pengeluarannya, ngatur kebutuhan rumah tangga kantor, kebutuhan karyawan sampai maintenance client.

"Oh gitu. Masih belum mau kerja sama orang  loe?" Jadi inget pernyataan itu.

Sebetulnya sama aja. mau kerja di perusahaan sebagai karyawan atau bikin usaha sendiri. Keduanya punya plus minus. Kerja di perusahaan/ instansi nilai pekerjaannya sudah "jelas" perbulan dapat gaji pokok berapa, job desk nya apa perhari sampai perbulannya, hampir bisa di pastikan semuanya jelas perbulannya. Tingkatan jabatannya menentukan kemakmuran. Mungkin "pengalaman batin"nya ga sekaya usaha sendiri, ngerjain cari client sampai mengatur pengeluaran untuk kebutuhan "dapur" kantor??
Ya itu tadi keduanya ada plus minusnya.



Begini, sekeras apa pun bekerja di perusahaan/ instansi tetap saja menjadi BUNTUT NAGA. Sekuat apapun tetap saja menjadi buntut. Mengikuti sistem dan kebijakan.

Kata-kata terlontar dari pedagang buah dibilangan Pondok Kelapa. "Biar begini usaha saya, saya sekuat tenaga lebih memilih ini. Sekarang saya mau perluas toko buah saya. Itu bengkel juga punya saya" sambil menunjuk kearah depan. Gaya menjual buahnya buat gue dan istri sangat edukatif, pernah kita tanya "kira-kira buat yang sakit typhus buah apa yang cocok ya Pak?". Dengan hatamnya si bapak menjelaskan kandungan dari buah-buahannya. Ramah sekaligus memeberikan pengetahuan.

Ramah dan mengedukasi pasti ada di perusahaan manapun. Bedanya hal kaya begitu bisa terlihat biasa saja di perusahaan, tapi ketika membuat usaha sendiri, nilainya jadi LEBIH. Service excellence kalau kata perusahaan-perusahaan, buat pedagang mungkin tidak familiar dengan istilah itu, kenyataannya mereka juga memperaktekan. Mungkin lebih memahaminya.


...

Gue memilih sebagai KEPALA TIKUS saja tidak jadi NAGA. Lebih baik menjadi kepala dari pada selamanya menjadi buntut. dan itu sudah dimulai dari umur yang ranum.

"Lebih baik menjadi kepala Tikus dari pada seterusnya jadi buntut Naga"