halaman

Senin, 15 November 2010

Terkubur Sampai Dubur (2)

Pagi itu perbincangan datang menghampiri. Tanpa teh hangat yang menemani memang. Berbincang soal masa lalu dan hasrat. Teman lama datang menghampiri, memberitahu impian dan mimpi yang pernah kita punya dulu. Dalam rumah yang di buat bersama.

Kenapa gue ga sepaham, pertanyaan itu terlontar.

wajar-wajar aja bukan.

Sabtu, 13 November 2010

Menanam Benih di Taman Belakang


Photo itu sempet gue upload tahun 2008 di blog ini, saat itu pingin ikut tapi ga kesampean. Ternyata setelah gue berniat mempelajari "binatangnya" (sebutan citra pariwara) di tahun depannya gue punya kesempatan untuk terlibat di balik layar penyelenggaraan Citra Pariwara 2009.

Dari situ melihat lebih dekat tentang event iklan terbesar di tanah air (katanya). Kembali ngayal, tahun depan ikutan ah...

Berkat temen-temen disekeliling gue akhirnya niat itu kesampean. TULUS TANPA TENDENSI (T3) sebuah film pendek yang diikutsertakan dalam Young Film Director Citra Pariwara 2010. Syukur masih ada kesempatan bisa bayar utang tahun 2008...

tiba-tiba sms masuk dari Irfan (manager production T3)
berdoa dimulai,
.
.
.
.
.
.
.
.
.
amiennnnnn! alhamdulillah karya tulus tanpa tendensi udah di daftarkan, semoga doa tadi salah satu cara jadi pemenang.


gue pun menjawab : ga menang juga gpp.

Irfan gantian bales lagi : Tapi....

sms pun ga gue lanjutkan, cukup sampai situ.

....

Kayaknya masa menang itu mulai termakan waktu. Kenikmatan itu ada tapi ga kaya dulu. Usia merelakannya...ahaha berasa tua bener. Kayaknya ukuran karya sudah tidak lagi diukur dari piala yang diraih atau kalau boleh pinjam kata-kata irfan JADI PEMENANG. Ngukurnya pakai seberapa karya itu layak untuk di sampaikan, seberapa karya itu mamapu berbicara bahkan seberapa karya itu punya action ke orang-orang.

Tapi ga salah yang di lakukan temen gue, irfan. Berdoa dan berharap untuk sebuah cita-cita ga ada yang ngelarang. Gini aja ya fan... anggap itu niat ajah, karena di tahun 2008 gue niat ikut Citra Pariwara baru kesampean 2 tahun setelah itu.

Atau elu udah jadi PEMENANG sekarang sama temen-temen yang lain. Tapi ga dapet piala ajah... atau beli ajah deket Hotel Nirwana pialanya....piss !



Film Tulus Tanpa Tendensi


Producer - Muhammad A. Novirwan
Manager Production - Irfan Febrianto
Scripwriter - Athpal S. Paturusi
DOP - Panji Dampuawan
Art - Jhon Merari
Ass. Director - Alfin Ardian
Editor - matagam
Colorist - Agam
Crew - Wahyu & Fenny
Director  - Banguntaga

Kamis, 11 November 2010

Terkubur sampai dubur (1)

Jakarta punya cerita, kota yang terus berkembang. Deras dengan asupan kebarat-baratan, tepatnya ala kebarat-baratan. Sayangnya hanya mengambil kulit luar tanpa mengambil saripatinya. Jakarta dan kaumnya masih terjebak sama mentalitas yang sudah lama bersemayam, paling tidak mitos jam karet masih setia bagi kaum-kaumnya.

Sebutan metropolis mungkin hanya pembentukkan citra saja, ketika kota ini ingin dibuat menjadi lebih dari kota Indonesia lainnya. Menjadikan Jakarta setara dengan ibukota di dunia, kota penuh kesibukkan dan kegemerlapan. 

Banyak yang rela berjibaku dan datang demi mengais mimpi. Stoop sampaai situ !

Gue mau mulai dari yang kecil, entah apa namanya. Apa kaum di Jakarta masih manusia. Manusia dalam arti sesungguhnya. Pengertian sederhana manusia "punya akal". Jakarta dengan jalan yang luas dan bertingkat tapi bukan macet yang bikin gue ngeri. Malah kaum-kaumnya (orang)  yang bisa bikin gue terus nelen ludah. 

Ga sabar, ga ada toleransi dan ga ada yang berakal. Rasanya mobil dan motor yang banyak cuma alat mereka menonjolkan rasa ga sabar itu. Saling salip
saling ga peduli
saling teriak-teriak
saling balap tanpa ada aturan

Itu mentalitas bukan kesalahan motor dan mobilnya, tapi emang kaum-kaumnya sudah sedemian akutnya. 
Hampir semua lini mental ini merasuk, di setiap kesempatan mereka akan sibuk memamerkan mentalitas ini; persis kaya manusia purba.

Pasti jarang banget menemukkan orang ramah dijalan-jalan Jakarta. Orang-orang yang rela memberhentikan kendaraannya demi orang lain yang lebih dulu. Melihat pemandangan orang tua yang berdiri di angkutan terus dipersilahkan duduk sama anak muda. Pemandangan orang salinge tersenyum saat dibantu dan membantu.

Senyum sudah punah di kota ini.

Masih ada yang sanggup tersenyum sementara setiap hari teriakan klakson memekakan telinga.

Minggu, 07 November 2010

Menepi

Menepi