halaman

Kamis, 19 Februari 2009

Kompetisi

Sibuk berharap. Sibuk nagsih komentar pingin dapet hadiah...
Sibuk nunggu pemenagnya
Sibuk juga nunggu 

hehehe sah-sah ajah sih. Asal jangan berhenti sampai sini nge BLOGnya...

Shot terbaik hari ini (1)

Ditengah hujan yg mengguyur sebagian Jakarta, di daerah wijaya. Sepasang anak sma saling berpelukan di depan toko yang masih tutup. Pelukan hangat dari si pria dan dekapan manja si gadis...Diantara hujan rintik-rintik dan macetnya jalanan.


Kamis, 12 Februari 2009

Lomba boleh saja ditutup, semangat itu harus terus menyala..

SEMOGA LANGKAH INI TIDAK BERHENTI DISINI BUNG!

Selasa, 10 Februari 2009

Impian itu harus ada...

Menyambung dari artikel sebelumnya tentang semangat. Dua hari yang lalu gue nonton tivi tentang "ide besarnya PSSI" jadi tuan rumah piala dunia 2022. Beragamlah tanggepan orang, termasuk gue. Awalnya gue merasa liga Indonesia ajah masih berkualitas kaya gitu kok malah mau jadi tuan rumah piala dunia, kenapa ga berbenah dulu sih!!. Terus gue liat sisi positifnya kalo emang Indonesia bakal jadi tuan rumah sedikitnya akan ada 10 stadion bertaraf internasional di Indonesia... WUIIIHHH keren juga yah???!! Jadi inget kata bung Rei masalah sepakbola Indonesia karena minimnya lapangan. Berarti nanti bakal ada Lapangan baru.. Bung Rei mudah-mudahan lapangannya nanti boleh di pake ngadu antar RT juga yah, biar kita bisa ngadu gitu (halah).
Dari segi fasilitas pasti akan bertambah dan semakin baik, walaupun ini bisa jadi kendaraan koruptor negeri ini hehehe. Jadi kendaraan meraih markup...
Akhirnya gue menyadari ini impian, ini impian setiap bangsa. Indonesia ga terkecuali. Indonesia punya geliat sepakbola (datanglah ke senayan sekali-kali pas tim Nasional bertanding, biar ngerasain hehehe). Jadi anggaplah ini impian, masak dilarang. Siapapun bebas punya Impian...  bukankah sesuatu ada karena lahir dari impian yang luar biasa? Kalau pun gagal yah ga apa-apa juga. Dari pada langsung menghujat mending kasih saran, bantuin kek! udah komentarnya pedes dan menjatuhkan kenapa kita ga bantu. Berbagi ide kek atau pemikiran, katanya saja PSSI belum tau akan menghabiskan anggaran berapa untuk jadi tuan rumah, berarti banyak yang harus dikerjaain. Minimal buat ngitung budget.. Kayanya si Lupu jago tuh ngitung-ngitung hehehe, "pu bantuin tuh PSSI...".

Bayangin kalo kita udah ga punya Impian? Gue rasa itu yang bikin Indonesia jalan di tempat. Kita takut punya Impian. Takut mewujudkan Impian-impian gila kita... Kayanya udah lama banget ngedenger anak bangsa berhasil membuat pesawat terbang, Pak Habibi begitu luar biasa, itulah contoh impian yang terwujud. Mimpi yang terealisasi. Ada hasrat dan usaha luar biasa disana. Dan awalnya dari Impian. Banyak yang buat penemuan eh malah di tangkep ujung-ujungnya... Kenapa jadi bangsa yang pesimis, bangsa yang malu salah. Kita sedang berusaha menjadi bangsa yang kuat. Perlu pemikiran luar biasa, pemikiran yang di awali dari impian orang-orang yang luar biasa. Biarlah orang-orang itu mencipta, salah pun apa sih ruginya... Ngapain keki terus malu. Giman Kalo Bung Thomas Alfa Edison lahir di Indonesia? Bikin sesuatu gagal mulu, baru di percobaan yang kesekian kalinya berhasil. Bisa di bilang gila kali dia?

Kenapa kita ga boleh punya Impian?

Sama halnya dengan lomba Blog ini, Impian. Semua saling berbagi impian. Lebih baik kita bantu dari pada ngomongin doang, Cape dengernyah!

Minat saja sudah mulia

Satu bulan yang lalu kompetisi blog Aku Untuk Negeriku (AUN) ini di dendangkan. Kini memasuki H min 1 peserta kompetisi mencapai angka 900-an; WOW!. Geliat para bloger ruar biasa. Tanpa bermaksud membandingkan dengan kompetisi blog yang lain.. tapi angka peserta AUN mencengangkan buat saya. Mungkin karena masih awam di belantika bloger makanya saya heran-heran sendiri (*sambil garuk-garuk kepala). 900-an orang saling berbagi ide, berbagi pemikiran dan kreatifitas. Semangat itu yang saya rasakan. Saya sempat mampir ke beberapa blog yang ikut AUN; terpikat. Kadang juga biasa ajah hehehe.

Banyak yang menulis kompetisi ini luar biasa, bagus atau keren (mungkin bahasanya ga begini yah). Saya mengamieni itu. Tapi boleh juga dong berbagi pemikiran. Seandainya dari 900 peserta itu kawan-kawan saya ini mengirim minimal 2 artikel. Kemudia tim AUN menilai, membaca dan kemudian memutuskan. Wueeeh pasti banyak banget tuh yang di baca; 1800 artikel. Memang pastinya tim AUNnya banyak (kalo sendiri yah cape lah). Efektifkah??
Saya menyampingkan dulu semangat disini, ini hanya masalah kompetisi (walaupun saya ga terlalu peduli dengan lomba itu). Yah saya coba subyektif masalah kompetisinya. Apa ga takut tim AUN menilai artikel dalam kondisi kurang fresh?? tapi yah sudahlah itu bukan urusan saya....

Saya luruskan masalah saya tidak terlalu peduli dengan lomba AUN ini. Begini kalau saya beranggapan ikut kompetisi harus total dan enjoy. Total melakukan semaksimalnya (hasil no kesekianlah), enjoy biar kita menikmati dinamika lombanya... Pak Harry Hudaya pernah tanya waktu saya mau ikut lomba Pinasthika "Buat apa kamu ikut lomba? Pingin menang??" saya coba jawab sekenanya "Yang penting karya saya di lihat dulu sama orang pak..". Naif memang. Semangat untuk menang memang mutlak kalau kita mau ikut kompetisi tapi saya simpan dulu itu, biarlah lomba menjadi murni, biarlah hati saya bergerak jujur tanpa perlu diracuni keinginan untuk menang. Karena bagi saya menang adalah salah satu hasil saja, ada hal-hal diluar itu yang kita peroleh. Pokoknya berusaha total dan enjoy aja bikin buat lombanya. Bikin hasil semaksimal mungkin. Hasil akhir itu milik tim penilai. Begitu karya kita di lihat orang dan di apresiasi buat saya itu tak ada tandingannya... ga ada yang bisa ngebayar itu.
Pernah dalam sebuah lomba iklan karya saya tidak masuk 3 besar tapi beberapa orang suka dengan konsep itu, bagi saya itu jauh lebih berharga (sumpeh deh hehehe). Ada orang yang mengapresiasi karya kita, usaha total kita dan kenikmatan kita berkarya. Tuntas rasanya...

Terlalu mengada-ada??
Biarlah hehehe (namanya juga subyektif)

Apa AUN akan menelurkan seorang bloger luar biasa, ah rasanya biarlah hasil itu di serahkan kembali ke halayak. Yang terpenting kita saling berbagi, saling memperhatikan, saling menanggapi, saling berteman, saling mengintip, saling memuji, saling mengkritik, saling bersatu untuk memikirkan INDONESIA ini.
Itu jauh lebih mengasikkan.

Begitu saya baca beberapa bloger di kunjungi Pak Bugiakso mereka begitu apresiasi itu sungguh hangat, sayapun merasakan itu (terlepas itu Bung Bugiakso yang langsung membalas atau Timnya). Ada interaksi, ada kehangatan.
Ketika saya mendapat komentar dari teman-teman yang saya kenal dari lomba ini bagi saya itu adalah kenikmatan seutuhnya, saya bukanlah bloger terkenal. Tapi artikel saya di kunjungi, saya merasa tersanjung. Ada yang memberi komentar.
Ada yang kasih tanggapan ke saya kalau isi artikel saya maksa, buat saya itu pacuan. Itu adalah cambuk, untuk berbenah dan terus berpijak ke bumi. 
Menyenagkan bisa berinteraksi, walaupun setelah mencapai angka 400-an peserta saya sudah tak bisa fokus melihat blog-blog peserta lainnya. Karena sama ketika saya melihat poster/ spanduk-spanduk para caleg. Banyak banget tapi jadi bingung sendiri...

Tapi catatan penting adalah SEMANGAT itu masih ada, semangat yang harus terus menyala untuk berbagi ide, pemikiran dan kreasi. Salut! 

Selasa, 03 Februari 2009

Macan Terbang (Sambungan dari terus belajar)

Ini Episode ke-2nya hehehe...

Banyak banget "macan" yang hilir mudik di depan gue. Sepintas memang macan, tapi kalau diperhatikan ternyata hanya merasa jadi macan saja. Banyak yang sudah merasa hebat setelah berada di posisi tertentu. Ini dia racunnya!
Siapapun semakin diatas ujiannya semakin kuat, ujian yang paling susah adalah merunduk. Merasa tetap dibumi, mearasa tetap kurang, merasa tetap perlu hujatan dan masukkan. Gue terus belajar untuk itu (padahal belum jadi macan juga hihihi). Dari situ pembelajaran buat gue, melihat macan-macan yang merasa sudah bisa terbang, padahal mereka tidak punya sayap. Dadanya membusung kedepan, kepalanya terus di angkat, matanya tajam dan sering ditutup sebelah (bukan bajak laut juga). Ini dia tipe macan terbang dalam versi gue. Tipe ini bisa merasuk siapa ajah tidak terkecuali gue. Gue kadang merasa sudah melakukan banyak hal, merasa pinter sendiri. apa itu yang diperluin? merasa paling benar? merasa bisa melakukannya sendiri?

Jawabnya tidak!

Macan Tua (ini tokoh baru) berujar "Saya hanya macan tua, saya tidak ada artinya tanpa kalian-kalian. Tanpa si "anu" yang tugasnya masang paku, tanpa si "anu" yang tugasnya nyuci gelas. Beruntung saya di kelilingi oleh kalian yang mencintai saya dan saya juga mencintai kalian semua. Saya hanya macan tua, karena kalian saya tetap di lihat sebagai macan..".
Gemeter rasanya lutut gue denger macan tua ini, beliau baru saja menyelesaikan pertunjukkan teater di GBB baru-baru ini bersama kelompoknya. Bayangkan Macan Tua yang memiliki kualitas dan kredibilitas masih menganggap kalau karya itu hasil bersama, kolektif.

Apa masih kita bisa mengangkat kepala saat penghargaan mampir ke tangan kita? padahal apasih artinya penghargaan. Apa betul itu karya kita sendiri? Coba lihat lagi ada siapa di balik penghargaan itu semua.

Bukan penghargaan yang dibutuhkan sebetulnya tetapi bagaiman kita bisa menghargai keberadaan orang lain, kekurangan orang lain. Pohon yang banyak daunnya pasti ada saja daun yang ada ulatnya, ada yang kuning bukankah itu juga bagian dari ekosistem si pohon? itulah bagian dari kelompok. Bagaimana kita mampu menghargai itu, menghargai orang-orang yang memang belum menjadi Macan.

Jadi jangan kebelinger jadi Macan Terbang, Macan tetap berpijak di bumi walaupun dia bisa melompat menerkam.

Terus Belajar

Lama ga nulis disini, kangen juga. Yah kalo disini gue bisa lebih personal hehehe...

Gue belajar tentang "merunduk". Mungkin rada familiar kalo denger filosofi padi "semakin beisi semakin merunduk", gue sih cuma pingin pake bahasa lain aja. Gue kenal beberapa "macan" yang memang ada di posisi atas.
Yang pertama "Macan Putih", gue kenal beliau karena dedikasi di dunia pendidikan. Hasratnya besar, pendekatannya rada beda (mungkin terbawa dengan gaya beliau dimasa lalu). Pertemuan pertama dengan beliau cukup hangat, dia mempertanyakan TUJUAN ke gue. Sebuah pondasi dari pergerakan yang gue ambil. Gue cuma bisa jawab sekenanya "biar orang liat dulu saja karya saya, urusan menilai bukan hak saya...". Tak disangka Macan Putih yang lebih dikenal dengan kegarangannya di kalangan mahsiswa justeru berpihak. Gue jadi dekat, punya komunikasi yang hangat. Gue menganggap beliau mentor gue; gue coba jadi pendengar. Gue yakin ada hal-hal yang bisa gue pelajari dari beliau. Masa dimana Macan Putih "megang" ternyta berakhir, sekarang beliau konsen menjadi pengajar. Pasti berbeda ketika berada di "atas" dan kini menjadi pengajar saja. Gue sih berasumsi pasti ada yang berbeda, dari segi materi, segi beban, segi tantangan. Post power sindrom tebak gue. Akhirnya gue punya kesempatan buat ngobrol dengan beliau, gue merasakan beliau memang kreator. Saat ini dia mulai merintis usaha untuk menopang segi material. Di kalangan mahasiswa beliau dikenal jadi lebih lentur tidak se-Macan dulu, banyak yang bersyukur tapi boleh rasanya gue menyayangkan itu..
Ada satu kata-kata yang gue kutip dari "Macan" yang lain, begini katanya "Kalau anda ingin menjadi hebat lawanlah orang yang hebat atau dekati orang hebat itu".
Gue belajar ada saatnya dimana kita diatas dan kita lupa mempersipkan ketika nanti kembali kebawah. Perencaan saja tidak cukup rasanya, butuh wujud. Butuh Bentuk. Butuh materi dan tentunya kerja keras dan doa (hehehe tiba-tiba jadi sok menggurui ginih yah??). Beruntung gue dapet pembelajarn berharga dari Macan Putih, suatu hari mungkin gue akan mengalaminya...

(Untuk macan yang lain gue sambung di posting yang lain)

Senin, 02 Februari 2009

Alunan Tradisional

http://www.youtube.com/watch?v=C6nBJgR5Hdg Ini lagu yang lagi sering di puter di playlistnya alpat 01, gue jadi ke bawa-bawa suka. Lagunya terasa Indonesia, di Video Clipnya juga kulit Anggunnya "terasa" Indonesia sekali..

Jadi inget obrolan sama Nato "Menerut lu apa bisa Agnes Monica go international?". Gue jawab susah, kemasan Agnes tuh udah banyak di luar sana. Dia bersaing sama Britney wanabe, yang model follower kaya gitu uadah buanyak. Agnes emang multitalentet tapi di Asia ajah ada Tata Young.. kayanya susah dah dia bisa nembus International. Kalo masih kawasan Asia masih mungkin. Yang di tawari Agnes bukan hal yang baru.

Apa bisa kita bersaing??

Indonesia?? Siapa bilang kita ga dikenal di luar sana? tapi emang rada miris yang sering di undang main di luar justeru ga familiar di sini. Yang sering diundang tuh yah musik yang punya ciri khas Indonesia... Itulah diluar sana kita justeru dihargai dan dielukkan, di dalam negeri orang-orang kita malah sibuk membanggakan aliran bangsa lain. Risih dan malu kalo harus berbau tradisi dan lokal, di bilang ketinggalan zaman dan ga funky. Ada yang masih ngangkat unsur tradisi di Indonesia, malah di kemas dengan unsur modern juga tapi sekali lagi; amat disayangkan. Orang kita ga bisa menghargai itu?? 

Akhirnya kita miskin referensi. Miskin menghargai budaya musik kita. Miskin pengetahuan alat-alat musik tadisional bangsa sendiri. Miskin hati! hehehe

Contohnya Anggun itu (walaupn udah ganti kewarga negaraan), warna suaranya yah khas. Mukanya Indoensia banget. Ada "kelokalan" di Anggun. Makanya di lagu yang gue link itu berasa banget "kelokalannya". Lagu itu sebetulnya project I Wayan Sadra, dia itu dosen STSI. Menurut gue sih cangih lagunya.

Kenapa kita sulit bangga sama musik kita sendiri. Dari zaman SD kita udah di cekokin sama lagu daerah tapi nyatanya itu cuma jadi hafalan doang ga jadi "milik". Ga jadi kebanggaan. Ga jadi jati diri kita. Semuanya ga berakar!
Sampe SMA kita masih sering nyanyi lagu daerah tapi lagi-lagi semuanya cuma di mulut... apa kita jadi bangga?
Belajar musik tradisi ajah di sekolah-sekolah jarang banget. Dulu zaman TK masih belajar angklung tapi itu ga di lestariin, kenapa yah?
Tapi giliran musik barat, budaya barat, tarikan vocal ala barat (kebarat-baratan) di jiwain banget. Kalo perlu niru plek-plek. Aduh apa kata pendahulu kita, jati diri yang mereka buat makin lama makin luntur saja.

Siapa yang peduli sama ini?? bikin pusing ajeh mikirin musik tradisional... Emang penting bisa musik tradisi? AGGggggHHHH!! Kenapa gue ga pernah dapet pelajaran "MENCINTAI MUSIK INDONESIA" yang gue dapet "SENI MUSIK" doang. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai budayanya sendiri bukan??

Bukankah kita bangsa yang besar??