halaman

Senin, 10 Januari 2011

buKamar : Oleh-oleh terima kasih dari email

Gw termasuk pemalas buat ngebaca, kalo ga suka ga akan gw baca apapun itu. nah gw mulai mencoba melakukan apa yg gw ga suka kurang lebih dari 5 tahun yang lalu. Dari sekian yang gw baca ada bebarapa yg berkesan, salah satunya ini. Entah kenapa untuk yg ini sulit untuk bilang gw ga suka tulisannya.

Tanpa sengaja gue cek email dan ada kiriman dari CCI (salah satu milis kumpulan orang-orang di industri kreatif). Hampir satu tahun gue gabung di milis ini. Itu juga dapet rekomendasi dari anak-anak Pariwara.



Subject di emailnya : KREATIVITAS ITU ADALAH SIKAP HIDUP. BUKAN JOB DESKRIPSI!

Menulis adalah sebuah kreativitas. Waktu jaman sekolah dulu menulis adalah tugas yang diberikan guru pada muridnya. Menulis saat itu adalah pekerjaan yang membebani. Waktu pertama bekerja sebagai copywriter juga demikian, membuat naskah iklan buat saya juga sebuah tugas. Jadi secara umum, kreativitas bagi saya adalah job deskripsi.

Pemahaman seperti itu harus dirombak! Untuk jago nulis, ga ada cara lain kecuali latihan dan latihan. Saya suka kecewa sama copywriter yang ga suka nulis, padahal itu kerjaannya kan? Membuat iklan itu ibarat sebuah pertandingan. Bagaimana mungkin kita mau memenangkan pertandingan kalo kita ga pernah latian. Mustahil bukan?

Semua copywriter di kantor, saya anjurkan untuk bikin blog di internet. Sering menulis di blog sama aja dengan latian terus menerus. Akibatnya, kita jadi fasih membolak-balik sebuah kata, kita jadi mampu memberi makna baru pada sebuah kata dengan memanfaatkan konteksnya.

Ketika pekerjaan datang? Dengan mudah kita kita kan membuat headline yang impactful. Kita mampu memaksa konsumen untuk memelototi bodycopy karena kita telah mengemasnya dengan sangat menarik. Sekarang ini, saya perhatiin hamper ga keliatan copywriter yang menonjol. Mereka jarang nulis tapi lebih seneng berbalas pantun ditwitter. Hati-hati loh! Twitter itu kadang membuat kita jadi malas untuk menulis copy panjang.

Seiring dengan perjalanan hidup, lama kelamaan saya suka banget nulis. Sejak melahirkan buku pertama, menulis buat saya adalah kebutuhan, seperti makan. Rasanya saya ga bisa hidup kalo ga menulis. Memang untuk memulai menulis itu rada susah, apalagi bagi orang yang pemalasnya bukan main seperti saya. Akan tetapi, belakangan saya mendapat pemahaman baru: Menulis itu seperti makan di warung padang. Saya selalu males pergi ke warung padang, karena menunya udah ketebak; rendang, kalio otak, sayur daon singkong, ampla, sambel ijo dan lain-lain. Kapanpun kita pergi ke sana ya menunya itu-itu aja.

Akan tetapi begitu kita udah sampe di sana, apa yang terjadi? Saya bisa makan sampe 4 piring. Kalo udah ketemu kalio otak, udang balado dan sambel ijo, saya selalu kalap. Lupa sama usia yang seharusnya udah mulai mikirin kesehatan, mikirin kolesterol, mikirin asam urat dan berbagai penyakit yang selalu mengancam. Tapi begitulah yang terjadi. Sama kayak mau nulis, susah banget mau mulai, tapi begitu udah mulai ngetik eh ga tau kenapa jemari saya susah berenti. Maunya nulis dan nulis aja.

Alhamdulillah saya sejak kecil suka mencatat apapun yang terjadi pada saya. Kejadian yang dicatat bukanlah hal-hal luarbiasa tapi sebuah peristiwa sepele yang sama sekali ga berarti dalam hidup saya. Misalnya pas digodain banci, bertengkar mulut sama polisi gara-gara dia nuduh saya nabrak lampu merah atau kuping saya berdarah karena sedang mencukur rambut saya sendiri…pokoknya apa aja saya catat.

Sejak ada komputer, semua catatan itu saya kumpulin di folder tersendiri. Saya kasih nama `Gudang Ide.' Ga terasa ternyata udah banyak banget peristiwa kecil yang ada di sana. Dan sekali lagi alhamdulillah saya mensyukuri banget kebiasaan saya mencatat tersebut. Kenapa? Karena kalo saya lagi pengen nulis dan ga tau harus nulis apa, saya tinggal buka folder itu. Setelah mengamati berbagai catatan tersebut, hampir selalu saya mendapakan ide untuk ditulis.

Karena catatan-catatan itu tentang segala macam kejadian, maka ga heranlah tulisan saya jadinya macam-macam. Kadang saya nulis tentang periklanan, kadang tentang makanan, pernah juga saya nulis tentang sakit tulang belakang saya yang ga pernah sembuh-sembuh. Tapi gapapa! Menulis itu, buat saya, sebenernya bukan untuk menyenangkan orang lain. Saya menulis untuk diri saya sendiri. Saya punya pemahaman bahwa menulis itu adalah ekspresi, curahan hati dan cerminan diri.

Akibatnya saya ga begitu peduli apakah tulisan saya dibaca oang atau kagak. Saya ga begitu risau kalo ada orang yang mengatakan bahwa tulisan saya jelek. Yang saya rasakan ada sesuatu yang mengganjal di hati ini, dan baru akan terasa lega ketika bisa saya curahkan dalam sebuah tulisan.

Dan sekali lagi saya mendapat pemahaman baru. Sebuah tulisan yang bagus bukanlah tulisan yang memakai istilah yang susah-susah, bukan juga yang ribet karena sok ilmiah. Buat saya tulisan yang bagus adalah tulisan yang MENGGUGAH EMOSI! Emosi dalam arti pembaca akan terharu, tersenyum, geli, ngakak, berurai airmata.

Nah berangkat dari situ, saya akan selalu menulis setiap kali hati saya tergugah. Insya Allah tulisan kita akan jadi bagus. Kenapa? Karena udah terbukti kalo emosi kita tergugah, seharusnya pembaca juga akan tergugah kan kalo kita ceritakan kembali? Apalagi kalo tulisan itu kita perkaya dengan pengemasan di sana-sini. Pengemasan itu bisa berupa jokes, kutipan orang terkenal, atau kata-kata bijak yang relevan dengan isi tulisan kita.

Kita ga perlu minta berkah sama Allah SWT. Allah itu maha pengasih dan maha penyayang. Berkah itu ada di mana-mana. Yang perlu kita lakukan adalah membuka pancaindera selebar-lebarnya maka kita akan menemukan begitu banyak berkah, ilham, ide yang telah diletakkan Tuhan di sekeliling kita. Dari sekian banyak peristiwa yang tertangkap oleh pancaindera itu pastilah ada beberapa yang menggugah emosi kita. Nah di situlah kita harus bersyukur sebab kita telah menemukan sesuatu untuk ditorehkan dalam bentuk kata-kata.

Ada satu peristiwa kecil ketika saya menulis buku. Saya males banget nulis bagian `Ucapan terimakasih' karena saya tau bagian ucapan terimakasih adalah bagian yang ga pernah dibaca orang. Tapi tetep harus ditulis sebab ada banyak orang yang udah ngebantu saya dalam pembuatan buku itu. Dilema sekali bukan? Seharusnya, apapun yang kita tulis haruslah dibaca orang. Kalo ga, ngapain ditulis dong? Untungnya Tuhan kembali ngasih jalan ke saya. Apa yang saya lakukan? Saya mengemas bagian ucapan terimakasih di buku saya yang berjudul `Si Muka Jelek' sebagai berikut:

TERIMAKASIH ITU MENYEJUKKAN

Seperti biasa pagi itu saya pergi ke kantor dari rumah saya di Cibubur. Di gerbang Tol Kampung Rambutan menuju ke Jalan Tol TB Simatupang saya berhenti. Tidak seperti biasanya, si penjaga Tol menyapa saya. Padahal biasanya nengok ke kita pun kagak. Umumnya penjaga Tol cuma nadahin tangan doang lalu menyambar uang kita tanpa mengucapkan sepatah kata.

"Selamat pagi." katanya dengan suara riang.

"Selamat pagi juga." sahut saya sambil menyerahkan uang sebesar Rp 10.000.

Sambil menunggu uang kembalian, saya menatap ke arah penjaga tol itu. Dia seorang laki-laki berkulit gelap, berusia sekitar 50 tahun. Wajahnya sama sekali ga ganteng tapi tampak berseri-seri dengan senyum kecil ga pernah lepas dari bibirnya. Saya suka ngeliat parasnya. Tipe orang yang menikmati hidup dan senantiasa bersyukur dengan apa yang dimilikinya.

"Terimakasih banyak Pak. Hati-hati ya mengemudi." kata Bapak itu lagi seraya menyerahkan uang kembalian ke saya.

Sungguh sejuk perasaan ini. Cara Bapak itu mengucapkan terimakasih terdengar begitu tulus ke luar dari hatinya. Bukan hapalan yang diperoleh dari training perusahaannya. Saya jadi semangat mengawali hari dengan dibekali keramahan seperti tu.

Besok paginya saya ketemu lagi sama Bapak itu. Dan sikapnya masih seperti kemaren. Ramah dan penuh energi. Bahkan yang lebih hebatnya lagi, dia ternyata masih mengenali saya.

"Wah ketemu lagi kita. Selamat pagi Bapak." sapanya sambil meraih uang dari tangan saya.

"Selamat pagi juga. Kok bisa bisa inget sama saya?"

"Ya inget dong. Masa baru sehari lupa?" sahutnya dengan jawaban sederhana lalu melanjutkan, "Ini kembaliannya. Terimakasih dan hati-hati di Jalan ya?"

"Terimakasih juga." sahut saya sambil berlalu memasuki jalan Tol.

Begitu berpengaruhnya keramahan Si Bapak sehingga setiap hari saya memerlukan diri untuk selalu memilih gerbang Tol tempat Pak tua itu bermarkas.

Hari demi hari, hubungan kami makin akrab walaupun pembicaraan tetap ga lebih dari ucapan terimakasih dan hati-hati di jalan doang. Abis gimana lagi? Kami ga sempet berbicara lebih banyak karena mobil-mobil di belakang udah neror dengan klaksonnya.

Sampai suatu hari Bapak itu menghilang. Ga jelas ke mana. Konon kata orang dia dipindah ke Gerbang Tol lain tapi ga tau Gerbang Tol yang mana. Dan percaya ga? Saya sedih loh. Aneh deh, rasanya ada yang hilang, rasanya ga asyik mengawali hari tanpa keramahan Si Bapak.

Dan ternyata bukan saya aja yang merasakan hal itu. Isteri saya juga merasa kehilangan. Dan yang lebih aneh lagi, ketika kami lagi ngumpul-ngumpul bersama temen-temen satu komplek, mereka juga sedang membicarakan Si Bapak penjaga Tol. Keramahan Bapak itu ternyata telah memberi bekas yang mendalam di hati banyak orang. Bayangkan, begitu hebatnya ucapan terimakasih kalo diucapkan dengan hati tulus ikhlas.

Saya ga tau Bapak itu berada di mana tapi Si Bapak telah meyakinkan saya bahwa kata `Terimakasih' yang tampak begitu sepele ternyata bisa begitu berarti bagi orang lain. Saya sangat berterimakasih pada Bapak Penjaga Tol atas keramahannya yang telah membuat saya optimis menghadapi hari dan memacu semangat saya untuk bekerja dan menyelesaikan buku ini.

Karena itu saya juga ingin mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya buat semua pihak yang telah mendukung sehingga buku ini dapat terbit. Khususnya buat Chappy Hakim, Glenn Marsalim, Amira Hapsari, Saiful Huda, Ridward Ongsano, Asep Herna dan semua pihak yang telah membantu.

Terimakasih juga perlu saya tujukan buat Ariyanto Zainal dan semua penghuni MACS909. Semoga Allah SWT memberkati kita semua. Amin.

Setelah membaca `Ucapan Terimakasih' di atas, coba bandingkan dengan `Ucapan Terimakasih di buku-buku lain. Jadi agak beda kan? Dan semua orang yang membeli buku saya mengaku bahwa mereka membaca ucapan terimakasih itu. Dan mereka mengatakan juga bahwa jarang-jarang mereka mau membaca bagian ucapan terimakasih. Mereka bilang ucapan terimakasih yang dikemas seperti itu sulit sekali untuk tidak dibaca.

Intinya adalah; kreativitas itu adalah sikap hidup. Bukan job deskripsi. Jadi di mana pun kita mau nulis berusahalah untuk kreatif. Misalnya kalo kita lagi kasih komen di artikel sblog temen, kita juga perlu bersikap kreatif. Keliatannya cuma komentar doang tapi itu tulisan kita juga kan? Usahakan bikin yang menarik. Jadi jangan cuma nulis:

- PERTAMAX.

- Saya setuju Pak.

- Nice posting dan salam kenal Mbak.

- Wah selamat ya banyak yg komen.

- dan lain-lain.

Komen-komen seperti itu sama sekali ga kreatif. Komen yang bikin penulisnya juga bingung mau ngebales apa. Cobalah bikin komen yang menarik, ga peduli itu bentuknya pujian, kritikan atau ngasih pendapat lain, tulislah secara kreatif dan relevan dengan isi artikel. Kalo terjadi demikian akibatnya bukan cuma tulisannya aja yang bikin kita seneng tapi ruang komennya juga akan seru menjadi ruang diskusi yang sehat dan menambah pengetahuan kita tentang obyek yang dibicarakan. Kalo boleh saya mengulang lagi :

KREATIVITAS ADALAH SIKAP HIDUP. BUKAN JOB DESKRIPSI!



.....


Gooookiiillllll, tulisan dari om Bud (Budiman Hakim) ini tak kuasa buat gue (akhirnya) ikutan nimbrung di milis ini. Untuk yang pertama kalinya. emm... kalo ada yg belum tau siapa om Bud bisa klik link ISI GELAS KOSONG di samping kanan.


Lalu gue pun memposting email di CCI



Hampir setahun saya mengikuti milis ini, beberapa tulisan saya simak namun banyak yang saya tidak buka. Saya memang pemalas. Terkadang merasa beberapa subject tidak mengena di hati saya. 

Untuk Om Bud, setiap saya membaca atau pun mendengar pemikirannya. Perasaan saya tetap sama seperti pertama kali saya lihat seminar di salah satu kampus di depok. Menggetarkan. Saya pun sempat melontarkan di suatu kesempatan saat membuat event, dulunya saya ga tau siapa Budiman Hakim saat di tanya salah seorang. Terus saya coba cari tahu lewat buku beliau, sampai pengen tahunya saya ikut seminar di depok. Sejak saat itu saya tergoda. Tidak cukup sampai situ, mungkin saya hanya salah satu orang yang kuper dan ga tahu siapa Budiman Hakim. Saya bertekad dalam hati; teman-teman saya harus tahu siapa dia.

Kesempatan itu menghampiri, om Bud mengisi event yang dibuat di kampus saya dulu. Hasilnya ketika presentasi berakhir tentu semuanya bisa menebak, banyak mahasiswa yang "tergoda". Dan mulai mencari tahu siapa beliau; sama seperti saya. "Undang Budiman Hakim lagi dong sebagai pembicara" celetuk salah satu mahasiswa baru bernama Sisil. Saya cuma jawab dalam hati, yang baru denger ceritanya ajah bisa sepenasaran begini, saya cuma bisa balas menjawab "gantiaan dong elu yang undang...".

Dan tekad saya terpenuhi, yang belum tahu Budiman Hakim jadi tau. Yang baru baca bukunya jadi bisa lihat mukanya. Yang udah tau ya makin tau.

Trimakasih Om Bud.

....


Awalnya ini sempet gw share ke beberapa temen, tapi ga utuh. Mumpung di blog bisa nulis panjang-panjang. Jadi gw tulis selengkap-lengkapnya...hehe 
Maap kalo rada panjang. 

Terimakasih kalo ada yang baca...

1 komentar:

Ricka Winatha mengatakan...

aku setuju banget kak sama isi emailnya. beberapa udah ada yg sama sama apa yg aku lakuin hehehe
kereeeeen, mau tau dong om itu kak